Ruteng; Kota Berhiaskan Wisata Alam Yang Eksotik.
Catatan Wisata Rengkampong Ani Paga
Saat waktu bertengger di angka 6 am waktu Kupang pesawat udara berjenis ATR 72-500 berkapasitas 72 pax itu membawaku terbang tinggi di angkasa. Bandara Satar Tacik yang kini telah berubah nama menjadi bandara Frans Sales Lega Ruteng yang jaraknya kurang lebih 1 km dari rumah orangtuaku menjadi tujuan akhirku. Satu jam lamanya aku diterbangkan burung besi ini memberikan kesempatan bagiku menikmati sajian keindahan birunya laut Sawu yang terbentang indah di antara pulau Timor, Sumba, Flores.
Belum puas menikmati laut Sawu aku disajikan keindahan pulau Flores yang begitu memukau dengan sajian alamnya yang wow membuat mataku bertahan melek kendati semalaman nggak bisa tidur terlelap di salahsatu hotel di kota karang Kupang Timor Barat.
Topografi Flores yang berbukit dan dihiasi gunung tinggi semakin mengundangku melempar pandanganku secara berulang di jendela pesawat udara. Adalah gunung Inerie yang merupakan pyramida alam Flores di kabupaten Ngada serta beberapa bukit cantik menjadi sorotanku. Pemandangan ini tak boleh terlewatkan begitu saja. Flores gitu loh, benar-benar The Real Flower Island. Yang menyangkal silahkan minggir jauh hehehehe .
Sawah berbentuk jaring laba-laba |
Berani sumpah koq selama beberapa kali mendapat tugas kantor keliling Indonesia saya menemukan surga Wisata alam yang paling indah itu justru di Flores. Bukan karena pulau asalku ya. Tentunya aku bangga dong sebagai orang Flores.Maka tak heran kalau sang traveler menyematkan kata Flores pada pulau ini. Cantiknya Flores benar-benar menggoda. It's so amazing. Wow.
Pesawat itu terus bergerak maju hingga mengitari alam Manggarai yang menawarkan sensasi alam yang berbeda kemudian secara perlahan memasuki area sekitar Ruteng melewati beberapa bukit dengan hamparan sawah yang hijau menampilkan karakteristik budaya Manggarai yang terjelma dalam Spider Web of Rice Field (sawah berbentuk jaring laba-laba) yang nggak mungkin ditemukan pada sudut dunia lain. Noted ya, hanya ada di Manggarai Flores.
Bamboo Forest in Kumba Ruteng |
Sang Pilot dengan lihai menari-nari dalam manuferkan pesawat di atas keindahan kota Ruteng sebagai Kota Lembah Lingko, membuat mataku tak bosan menikmati Kota Belanda Jaman Dulu demikian label yang disematkan teman kantorku pada kota yang memiliki sumber air terbanyak di Flores ini. Semoga saja tidak mengalami krisis air bersih ya.
Saat proses landing aku terus mengarahkan kameraku pada keindahan Ruteng yang diapiti gunung tinggi. Wow benar-benar deh bikin betah dan nggak pingin balik Jakarta yang polusi udara sangat tinggi ( kota terpolusi ketiga dunia), belum lagi menghadapi kemacetan panjang. Ruteng menjadi tempat istimewa membuang rasa rindu alam bebas.
Pagi harinya aku langsung tancap gas mencari sunrise, menangkap sensasi alam yang berbeda dan tak kutemukan di Jakarta. Lagi-lagi hamparan sawah hijau, bentangan alam pegunungan membuat my mind be fresh. Tak lupa aku membeli kompiang kudapan khas kota ini sebagai pelengkap kopi pagi dengan menyeruput Kopi Manggarai Flores yang memiliki cita rasa berbeda dan berkarakter.
Noted again, toto Kopi merupakan satu game yang menarik after seruput Kopi. Di sini dibutuhkan keahlian sang peramal membaca gambar ampas Kopi yang dikeringkan dalam gelas. Tingkat akurasinya nggak sama. Boleh percaya boleh tidak. Ini sekedar game. Jangan serius berlarut dalam game ritual toto Kopi. Just a game.
Beberapa hari kemudian aku nekat melakukan Solo City Tour. Menggunakan jasa pengemudi ojek saya berexplore ria menuju obyek Wisata Pilgrim Golo Curu sebagai bukit doa yang lokasinya terletak di sisi utara kota Ruteng. Dari atas bukit ini aku kembali melemparkan pandanganku pada setiap sudut kota serta kampung sekitarnya.
Aku kemudian berpindah ke ujung Timur bandara Frans Sales Lega tepatnya di Golo Cador menikmati sajian keindahan sawah berbentuk jaring laba-laba dengan pesona view gunung Ranaka sebagai gunung tertinggi di Flores.
Ruteng in the night |
Dari sini aku mengarahkan tukang ojek menikmati alam Golo Lusang di bagian selatan kota Ruteng dengan sensasi kabut tebalnya yang juga tak kutemukan di Jakarta. Sebelum memasuki Puncak Golo Lusang sepintas pandangan kuarahkan pada Gua Maria sebagai Wisata Pilgrim berikutnya. Kulantunkan doa rosario sebagai bentuk devosiku pada sang Bunda.
Aku kemudian memaksa tukang ojek menembus udara dingin di antara hutan alam bukan hutan buatan seperti di ibukota. Lagi-lagi udara dingin merasuki tubuhku hingga ke sum-sum tulangku. Kamipun terus memacu adrenaline menelusuri hutan hingga Puncak. Di Puncak ini lagi-lagi kutemukan sajian keindahan alam Satar Mese dengan pulau Mules yang aduhai menambah gairahku ber-explore ria. Sejenak kami menikmati semangkuk bakso yang disediakan seorang penjual bakso asal pulau Jawa. Berkali-kali angin menyajikan aktraksi kabut tebal yang menari-nari di hadapanku.
Puas menikmati kemolekan kabut tebal aku meminta sang driver menuju Wisata budaya Kampung Ruteng Puu yang menyimpan catatan filosofi budaya Rumah Adat Manggarai. Lokasinya masih dalam kota Ruteng koq. Di sini anda bisa menggali bagaimana hubungan filosofi budaya antara bentuk structure Rumah adat dengan system pembagian lahan pertanian Manggarai yang berbentuk jaring laba-laba. Unik kan? Hanya bisa ditemukan di Manggarai Flores.
Tidak salah kalau Ruteng terpilih sebaga pusat pemerintahan yang sebelumnya berada di Todo satu kampung kecil yang hingga kini masih mempertahankan arsitekstur asli Rumah adat Manggarai.
Ruteng yang lokasinya sangat strategis memiliki luas 6.054 ha.
Topografi Ruteng yang memiliki dataran rendah mencapai angka 3.006 ha dibanding Todo Pongkor yang bertengger di angka 2.198 ha ikut menjadi data dukung sebagai dasar pertimbangan Belanda saat itu menjadikan Ruteng sebagai ibukota dan pusat pemerintahan.
Pembangunan infrastruktur di Rutengpun dikebut hingga rampung pada tanggal 31 Juli 1909 dan tanggal 1 Agustus 1909 ditetapkan sebagai hari lahir kota Ruteng.
Ruteng itu luar biasa. Ruteng itu kota 1000 biara, Ruteng itu kota Wisata honeymoon.
So what's.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar