Senin, 29 November 2021

Ruteng; Kota Berhiaskan Wisata Alam Yang Eksotik. So What's?

 Ruteng; Kota Berhiaskan Wisata Alam Yang Eksotik.

So What's?
Ruteng Selayang Pandang


Catatan Wisata Rengkampong Ani Paga
Saat waktu bertengger di angka 6 am waktu Kupang pesawat udara berjenis ATR 72-500 berkapasitas 72 pax itu membawaku terbang tinggi di angkasa. Bandara Satar Tacik yang kini telah berubah nama menjadi bandara Frans Sales Lega Ruteng yang jaraknya kurang lebih 1 km dari rumah orangtuaku menjadi tujuan akhirku. Satu jam lamanya aku diterbangkan burung besi ini memberikan kesempatan bagiku menikmati sajian keindahan birunya laut Sawu yang terbentang indah di antara pulau Timor, Sumba, Flores.
Belum puas menikmati laut Sawu aku disajikan keindahan pulau Flores yang begitu memukau dengan sajian alamnya yang wow membuat mataku bertahan melek kendati semalaman nggak bisa tidur terlelap di salahsatu hotel di kota karang Kupang Timor Barat.
Topografi Flores yang berbukit dan dihiasi gunung tinggi semakin mengundangku melempar pandanganku secara berulang di jendela pesawat udara. Adalah gunung Inerie yang merupakan pyramida alam Flores di kabupaten Ngada serta beberapa bukit cantik menjadi sorotanku. Pemandangan ini tak boleh terlewatkan begitu saja. Flores gitu loh, benar-benar The Real Flower Island. Yang menyangkal silahkan minggir jauh hehehehe .
Sawah berbentuk jaring laba-laba 


Berani sumpah koq selama beberapa kali mendapat tugas kantor keliling Indonesia saya menemukan surga Wisata alam yang paling indah itu justru di Flores. Bukan karena pulau asalku ya. Tentunya aku bangga dong sebagai orang Flores.Maka tak heran kalau sang traveler menyematkan kata Flores pada pulau ini. Cantiknya Flores benar-benar menggoda. It's so amazing. Wow.
Pesawat itu terus bergerak maju hingga mengitari alam Manggarai yang menawarkan sensasi alam yang berbeda kemudian secara perlahan memasuki area sekitar Ruteng melewati beberapa bukit dengan hamparan sawah yang hijau menampilkan karakteristik budaya Manggarai yang terjelma dalam Spider Web of Rice Field (sawah berbentuk jaring laba-laba) yang nggak mungkin ditemukan pada sudut dunia lain. Noted ya, hanya ada di Manggarai Flores.
Bamboo Forest in Kumba Ruteng


Sang Pilot dengan lihai menari-nari dalam manuferkan pesawat di atas keindahan kota Ruteng sebagai Kota Lembah Lingko, membuat mataku tak bosan menikmati Kota Belanda Jaman Dulu demikian label yang disematkan teman kantorku pada kota yang memiliki sumber air terbanyak di Flores ini. Semoga saja tidak mengalami krisis air bersih ya.
Saat proses landing aku terus mengarahkan kameraku pada keindahan Ruteng yang diapiti gunung tinggi. Wow benar-benar deh bikin betah dan nggak pingin balik Jakarta yang polusi udara sangat tinggi ( kota terpolusi ketiga dunia), belum lagi menghadapi kemacetan panjang. Ruteng menjadi tempat istimewa membuang rasa rindu alam bebas.
Pagi harinya aku langsung tancap gas mencari sunrise, menangkap sensasi alam yang berbeda dan tak kutemukan di Jakarta. Lagi-lagi hamparan sawah hijau, bentangan alam pegunungan membuat my mind be fresh. Tak lupa aku membeli kompiang kudapan khas kota ini sebagai pelengkap kopi pagi dengan menyeruput Kopi Manggarai Flores yang memiliki cita rasa berbeda dan berkarakter.
Noted again, toto Kopi merupakan satu game yang menarik after seruput Kopi. Di sini dibutuhkan keahlian sang peramal membaca gambar ampas Kopi yang dikeringkan dalam gelas. Tingkat akurasinya nggak sama. Boleh percaya boleh tidak. Ini sekedar game. Jangan serius berlarut dalam game ritual toto Kopi. Just a game.
Beberapa hari kemudian aku nekat melakukan Solo City Tour. Menggunakan jasa pengemudi ojek saya berexplore ria menuju obyek Wisata Pilgrim Golo Curu sebagai bukit doa yang lokasinya terletak di sisi utara kota Ruteng. Dari atas bukit ini aku kembali melemparkan pandanganku pada setiap sudut kota serta kampung sekitarnya.
Aku kemudian berpindah ke ujung Timur bandara Frans Sales Lega tepatnya di Golo Cador menikmati sajian keindahan sawah berbentuk jaring laba-laba dengan pesona view gunung Ranaka sebagai gunung tertinggi di Flores.
Ruteng in the night


Dari sini aku mengarahkan tukang ojek menikmati alam Golo Lusang di bagian selatan kota Ruteng dengan sensasi kabut tebalnya yang juga tak kutemukan di Jakarta. Sebelum memasuki Puncak Golo Lusang sepintas pandangan kuarahkan pada Gua Maria sebagai Wisata Pilgrim berikutnya. Kulantunkan doa rosario sebagai bentuk devosiku pada sang Bunda.
Aku kemudian memaksa tukang ojek menembus udara dingin di antara hutan alam bukan hutan buatan seperti di ibukota. Lagi-lagi udara dingin merasuki tubuhku hingga ke sum-sum tulangku. Kamipun terus memacu adrenaline menelusuri hutan hingga Puncak. Di Puncak ini lagi-lagi kutemukan sajian keindahan alam Satar Mese dengan pulau Mules yang aduhai menambah gairahku ber-explore ria. Sejenak kami menikmati semangkuk bakso yang disediakan seorang penjual bakso asal pulau Jawa. Berkali-kali angin menyajikan aktraksi kabut tebal yang menari-nari di hadapanku.
Puas menikmati kemolekan kabut tebal aku meminta sang driver menuju Wisata budaya Kampung Ruteng Puu yang menyimpan catatan filosofi budaya Rumah Adat Manggarai. Lokasinya masih dalam kota Ruteng koq. Di sini anda bisa menggali bagaimana hubungan filosofi budaya antara bentuk structure Rumah adat dengan system pembagian lahan pertanian Manggarai yang berbentuk jaring laba-laba. Unik kan? Hanya bisa ditemukan di Manggarai Flores.
Tidak salah kalau Ruteng terpilih sebaga pusat pemerintahan yang sebelumnya berada di Todo satu kampung kecil yang hingga kini masih mempertahankan arsitekstur asli Rumah adat Manggarai.
Ruteng yang lokasinya sangat strategis memiliki luas 6.054 ha.
Topografi Ruteng yang memiliki dataran rendah mencapai angka 3.006 ha dibanding Todo Pongkor yang bertengger di angka 2.198 ha ikut menjadi data dukung sebagai dasar pertimbangan Belanda saat itu menjadikan Ruteng sebagai ibukota dan pusat pemerintahan.
Pembangunan infrastruktur di Rutengpun dikebut hingga rampung pada tanggal 31 Juli 1909 dan tanggal 1 Agustus 1909 ditetapkan sebagai hari lahir kota Ruteng.
Ruteng itu luar biasa. Ruteng itu kota 1000 biara, Ruteng itu kota Wisata honeymoon.
So what's.

 Podo Toko;

Jejak Ritual Kematian Dalam Budaya Manggarai Flores
Catatan pojok Ani Paga.
Jarum jam menunjukkan angka 23.30 sang pemimpin acara mulai mempersiapkan diri. Podo Toko merupakan salah satu rangkaian ritual adat kematian dalam Budaya Manggarai Flores
. Kata Podo Toko sendiri dalam adat Manggarai diterjemahkan sebagai pemisahan jiwa orang meninggal dunia dengan seluruh keluarga. Podo : antar, Toko : tidur
Suasana rumahpun menjadi hening. Dua anak muda diperintahkan menyiapkan garam kasar untuk dibakar di dapur.
Dalam acara ini biasanya dilakukan pada pukul 00.00 waktu setempat. Suasana hening menyelimuti ruangan, Hadirin dilarang bersuara bahkan batuk, bersinpun dianggap tabu.
Seorang juru bicara yang bertindak sebagai pemimpin acara melantunkan beberapa kalimat yang mengarahkan arwah agar beralih pada alamnya dan tidak diperkenankan memasuki rumah.
Saat bersamaan beberapa personil di dapur menyiapkan garam dapur kasar untuk kemudian dibakar pertanda arwah telah berada di luar rumah kemudian menjauh. Kapur sirihpun dipersiapkan untuk dioles membentuk salib pada pintu keluar.
Kapur sirih dipercaya sebagai penangkal menolak peristiwa kematian terulang.
Usai ritual Podo Toko biasanya selalu diikuti suatu game Ceha Kila : menyembunyikan cincin antar dua kelompok sambil menyanyikan lagu Ceha kila. Game semacam ini biasanya terus dilakukan hingga waktu menunjukkan angka 4 pagi. Saat game Ceha Kila dilakukan hadirin tidak diperkenankan pulang ke rumah masing-masing.
Sejak hari kematian hingga acara Saung Ta'a yang diselenggarakan pada hari kelima, anggota keluarga dilarang membersihkan rumah menggunakan sapu lantai bahkan semua anggota keluarga tidak diperkenankan mandi.
Sampah dalam rumah hanya boleh dibersihkan dengan cara dipungut kemudian diletakkan pada tempat sampah yang tersedia.
Menjelang subuh dibawa komando pimpinan acara melakukan ritual 'Samo" Salah satu acara pembersihan diri seluruh anggota keluarga pada sungai.
Dalam perjalanan menuju sungai para peserta tidak diperkenankan bersuara, menginjak kaki peserta lain, tidak boleh berjumpa dengan orang lain di luar kelompok peserta bahkan suara anjing melolongpun dianggap pertanda buruk.
Demikian pula pada saat kembali ke rumah, rombongan itu tidak boleh berbicara satu sama lain termasuk suara anjing melolong bahkan bertemu orang lain masih dianggap tabu.
Beberapa perlengkapan busana almarhunpun dibuang dan dibiarkan terhanyut mengikuti derasnya arus air yang mengalir sepanjang daerah aliran sungai.
Ritual adat pemisahan arwah masih berlangsung besok harinya yang dikenal dalam acara Saung Ta'a.

Cear Cumpe; Narasi Syukuran Kelahiran Anak Dalam Budaya Manggarai

Catatan pojok budaya Ani Paga Jarum jam menunjukkan angka 9 am. Pemimpin upacara adat menyambut hadirin dengan menyodorkan sebo...