Catatan Rengkampong Ani
Paga
Saat Sebeth Lasarpandang baru saja membuka media sosial, tiba-tiba saja dia dikejutkan dengan bunyi messenger yang membangkitkannya dari lamunan mengenang kembali almarhum suaminya. Seorang silent reader berjenis kelamin pria menyapanya, mengajaknya berkenalan. Tentu saja Sebeth tak langsung merespond tawarannya. Sebeth Lasapandang diam-diam menyingkap profil sang pria, menyelidiki aktifitasnya di media sosial. Pria berkulit putih, berambut lurus, berhidung mancung mirip pria timur tengah inipun terus mendesak Sebeth dengan berpura-pura berempati terhadap duka Sebeth kehilangan suami. Kalimat turut berduka citapun meluncur bebas dari mulut pria bertubuh jangkung ini Tentu saja, Sebeth memberi reward terhadap atensinya. Dari obrolan yang menarik keduanya sepakat untuk bertukar nomor kontak. Obrolanpun berlanjut di aplikasi whatsapp.
Dengan dalih mengajak Sebeth berbisnis pria beristeri ini meminta Sebeth Lasarpandang bertemu pada salahsatu restaurant bahkan beberapa kali dia berniat menyambangi Sebeth di tempat tinggal perempuan beranak satu ini. Sayangnya hingga tulisan ini diturunkan Sebeth belum memenuhi permintaannya bahkan bertemu dengannya tak dilayani Sebeth . Berbagai rayuan mautpun melayang ke arah Sebeth Lasarpandang, lagi-lagi peluru yang akan diberondongnya salah sasaran. Sebeth tetap bersikukuh untuk tidak bertemu dengannya. Alasan Sebeth sederhana saja; , menjelekkan isterinya sendiri di hadapan perempuan lain bukanlah suatu sikap elegan seorang pria yang berstatus suami orang yang digunakannya sebagai peluru untuk merayu perempuan lain. Sikapnya sangat tidak bijak. Alih-alih bisnis justru bertujuan lainpun, akhirnya berantakan. Sebeth memutuskan tidak berbisnis dengannya.
Seorang janda lainpun memiliki kisah yang tak jauh berbeda. Perempuan ini sebut saja namanya Mina Ringkikik mendapat rayuan seorang pria hidung belang yang masih berstatus suami orang. Mina janda cantik berbalut kulit putih bersih, berambut panjang ini bahkan diajak menikah seorang pria yang dikenalnya melalui salahsatu aplikasi media sosial. Mina akan dijadikannya sebagai isteri kedua dan menikah secara sirih. Pria ini mengaku memangku satu jabatan strategis di kantormya ternyata merupakan satu modus operandinya meraih cinta perempuan. Sejatinya pria ini tidak memiliki pekerjaan tetap. Tercatat deretan panjang perempuan dipacarinya dalam waktu bersamaan. Pria ini bahkan berani menjual janda ini pada pria muda untuk dijadikan teman free sex di akhir pekan. Tentu saja sikapnya demikian mendapat perlawanan dari Mina Ringkikik. Perempuan janda ini bersikap tegas melepaskan diri dari cengkraman lelaki itu. Komunikasi merekapun putus total
Rumah tangga merupakan
kelompok primer dan merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang memainkan
peran penting terhadap dinamika kehidupan sosial. Suami dan isteri tentu saja
memiliki peran masing-masing. Suami yang berperan sebagai kepala rumah tangga,
mengayomi, melindungi keluarga menafkahi keluarga, menjadi imam keluarga
sementara isteri betanggungjawab pada peran domestic mengurus anak dan rumah ,
melayani kebutuhan suami namun seiring
meningkatkan kebutuhan ekonomi rumah tangga seorang perempuan dituntut bisa berperan
di luar rumah dengan berkarier di luar rumah. Ketika perceraian atau ditinggal
mati seorang perempuan menikah berubah status menjadi janda.
Seorang isteri yang tadinya berfungsi sebagai tulang rusuk pasangannya, saat ditinggal suami diapun harus menjadi tulang punggung keluarga. Bebannya berlipat ganda pada ruang domestic yang berkiprah pada seputar rumah dan extra domestica dengan berkarier di luar rumah . Seorang janda harus memainkan peran mencari nafkah untuk menghidupi anak-anaknya, menjadi pelindung, pendidik bagi masa depan anaknya, Berbagai carapun ditempuhnya mengerahkan seluruh kekuatannya demi kebahagiaan keluarga serta dirinya sendiri.Peran seorang jandapun menjadi sangat kompleks.
Tak jarang ketika menjalankan
peran extra domestica perempuan janda dihadapkan dengan stereotype negatif yang berdasarkan asumsi pribadi semata. Janda
seringkali berhadapan dengan stigma
buruk serta seksualisasi janda. Janda dianggap perempuan genit, murahan yang
haus belaian kasih sayang, layak dirayu bahkan dicurigai bakal sebagai pelakor
yang bisa merusak rumah tangga orang sehingga pantas dihindari, kehilangan
pasangan hidupnya dianggap sebagai sosok yang tidak sempurna, yang tidak
berdaya, gerak-geriknya kerapkali
dicurigai, kemudian dijadikan bahan pergunjingan para insan yang hoby bergosip
ria. Eksistensi janda seringkali mendapat pelabelan negatif dan dilihat menjadi obyek yang menarik, yang mudah
digoda, bahenol, janda bohay, dipandang hina bahkan pada kasus cerai hidup janda dikonotasikan sebagai sosok yang gagal
mencari solusi atas kisruh rumah tangganya. Konstruksi budaya yang demikian membuat
janda enggan bersuara, dia menelan pil pahitnya seorang diri.
Narasi negatif terhadap
janda acapkali berbuntut pada penempatan janda sebagai kaum termarjinal. Perlakuan
seperti ini tak jarang membuat janda kehilangan percaya diri, menarik diri dari
lingkungan sosial, serta kehilangan motivasi dalam hidupnya.Janda ah janda.
Dalam system yang
menganut budaya patriarki pada kasus tertentu janda yang tidak memiliki anak
cenderung mendapat perlakuan tidak adil
dari keluarga suaminya. keluarga suaminya memutuskan hubungan keluarga
dengannya. Perkawinannya yang semula dirajut secara hukum dihempas begitu saja..
Saya menemukan beberapa kasus seperti
ini pada beberapa perempuan janda yang hidup seorang diri setelah ditinggal
mati suaminya, janda tidak diberi akses
ekonomi untuk menguasai hak warisan orangtua suaminya.
Tidak semua pria
memberikan strereotype negative terhadap janda, seorang sahabat saya Martin W asal Papua yang merupakan magister jebolan
Eropah melihat janda yang ditinggal mati pasangan hidupnya sebagai sosok yang
hebat karena melewati sebuah proses hidup yang luar biasa. Sementara pada perceraian
dilihatnya sebagai kumpulan orang gagal
yang tidak mendapatkan solusi atas timpahan persoalan rumah tangga. Janda dipandangnya sebagai sosok hebat ; mampu menjalankan
dua peran sekaligus yakni peran domestic dan extra domestica. Secara fisik dan
mental dia melihat janda lebih stabil ketimbang pria. Dia memandang adanya a person triple job pada janda mandiri yakni bertanggungjawab
terhadap diri sendiri, anak dan masa depan anak. Di luar sana terdapat banyak
perempuan janda yang mampu hidup mandiri secara ekonomi, sosial politik,
Dikatakannya adalah perilaku minus oknum janda yang mengarah pada money oriented merupakan salasatu pemicu yang mengundang hadirnya stigmatisasi buruk terhadap janda. Martin tidak sepakat dengan pria hidung belang yang melihat stigma buruk sebagai exploitasi materil serta seksualisasi terhadap janda. Menurutnya lelaki harus membangun komunikasi serta interaksi yang memiliki nilai tambah secara psikologis. Take and give menjadi tanggungjawab bersama dengan demikian terjadi keseimbangan komunikasi. Seorang janda demikian menurut Martin harus meningkatkan kualitas secara personal, harus memiliki kecerdasan extra sebagai senjata menangkal stigmatisasi buruk.
Tindakan preventif
tentunya dibutuhkan untuk meminimalisir strereotype terhadap janda itu sendiri. Janda harus berani bermigrasi untuk keluar dari pelabelan negatif terhadap dirinya. Seorang janda asal Banten mengatakan janda lebih riskan terhadap godaan pria
hidung belang. Menghadapi godaan sosial seperti itu maka harga diri seorang
janda menjadi taruhan dan merupakan harga mati yang tidak bisa ditawar, seorang
janda harus memperketat pengawasan terhadap dirinya sendiri, lingkungan akan aman
bilamana janda itu sendiri menempatkan dirinya secara proporsional.
Semoga bermanfaat