Jumat, 03 Juni 2022

Dua Bersaudara Itu Bernama Istiqlal Dan Katedral

Dua Bersaudara Itu Bernama Istiqlal Dan Katedral 


Catatan Wisata Ani Paga


 Jarum jam menunjukkan angka 5 pm tatkala taxi 🚕konvensional papan atas di Jakarta menurunkan aku tepat di pintu masuk gereja. Seorang petugas security nampak sigap menyambutku kemudian mengarahkanku pada satu bangku panjang.

 Akupun harus bersabar menunggu jadwal masuk yakni pukul 18.30 waktu Indonesia Barat. Niatku menghadiri misa di gereja yang dibangun kembali di tahun 1901 ini batal karena saya tidak melakukan registrasi terlebih dahulu. Nggak apalah, toh aku masih bisa berdevosi di Gua Maria yang terletak di samping gereja yang dibangun di atas lahan seluas 1,2 hektar ini. Aku masih memiliki waktu untuk menikmati sate Padang yang maknyoss membuat lidah bergoyang lincah di trotoar jalan depan gereja yang didesain Arsitek Pastor Antonius Dikjmans ini. 




 Tepat pukul 6.25 pm aku melangkah menuju gate in untuk barcode dan check in pada aplikasi pedulilindungi. Yes .... Aku berhasil menembus halaman Gua Maria. Tampak beberapa umat tengah khusuk berdoa, berdevosi pada sang bunda. Suasana tampak tenang membuat aku lebih nyaman berdoa. Lima peristiwa berlalu akhirnya aku memilih hengkang dan mengarahkan kameraku pada Gua Maria itu. 


 Tak lama berselang aku meninggalkan tempat devosi itu. Pandanganku tertuju pada bangunan menara gereja yang berwarna gading 🏆sebagai bias cahaya lampu dari dalam menara. Akupun kembali beraksi cekrak cekrik di samping dan berselfi ria di depan halaman gereja bergaya neogotik Eropah mengikuti gaya arsitektur gereja pada beberapa abad lalu. 
 Taraaa aku berhasil merekam moment di gereja yang peresmiannya dilakukan pada tanggal 21 April 1901 oleh Monsinyur Edmundus Sybradus Luypen, S.J ini. 


 Dari halaman gereja yang menampung 900 umat ini aku terpesona pada keindahan bangunan mesjid Istiqlal yang berdiri kokoh tepat berhadapan dengan gereja Katedral Jakarta itu.

 Perform cahaya kubah mesjid dengan diameter 45 meter menampilkan beberapa warna cahaya yang selalu berubah seakan sedang menampilkan atraksi kedamaian yang indah. Lagi-lagi aku berhasil menangkap atraksi beberapa warna cahaya kubah. Mesjid yang dibangun di atas taman Wilhelmina ini sangat menarik melibatkan arsitek Kristen bernama Frederik Silaban yang memenangkan lomba desain mesjid berdasarkan penilaian para Juri saat itu. 

Konon, kabarnya sang arsitek ini telah berpengalaman dan mempelajari arsitektur mesjid dunia. Peletakan batu pertama pembangunan Mesjid yang berarsitektur modern dan berkapasitas 200.000 jemaah ini dilakukan pada era President pertama Republik Indonesia Ir. Soekarno di tanggal 24 Agustus 1961 dan proses penyelesaian pekerjaan tepat waktu pada tanggal 22 Februari 1978. Tinggi menaranya mencapai angka 99,66 meter atau 317,1 kaki. 



 Saya sendiri pernah masuk dalam area samping mesjid yakni sekretariat MUI meliput press conference di tahun 2001. Bahkan sebelum covid 19 melanda dunia saya beberapa kali numpang mencicipi makanan yang dijual di halaman mesjid. Beberapa mobil umat katolik yang sedang mengikuti misapun diparkir di area mesjid. Semua berbaur dalam rasa persaudaraan yang indah.


 Gitu aja dulu ya cuy. Jempol gue pegal guys. 
 Happy weekend

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cear Cumpe; Narasi Syukuran Kelahiran Anak Dalam Budaya Manggarai

Catatan pojok budaya Ani Paga Jarum jam menunjukkan angka 9 am. Pemimpin upacara adat menyambut hadirin dengan menyodorkan sebo...