Jumat, 19 Agustus 2022

Ketika Masakan Isteri Kedua Lebih Sedap Dari Isteri Pertama

By : Ani Paga
Usai seharian melintasi dan mendapat tugas seorang diri di Kabupaten Tapanuli Selatan Provinsi Sumatera Utara aku memutuskan kembali ke Tapanuli Utara mencari hotel tempat aku melepas lelah. Pemuda ganteng Pasaribu, driver mobil carteranku kuperintahkan segera angkat kaki dari tempat tugasku. Sitanggang temannya yang sedang duduk mengepul asap rokok di bawah pepohanan yang tak jauh dari kami nampak masih asyik merokok. “Bang, let’s go. Kita kembali ke Sibolga” teriakku. Dua makhluk ini baru saya kenal saat itu ketika aku mendarat di bandara Ferdinand A. Tobing Sibolga, Tapanuli Utara. Mereka yang mengantar aku menyambangi Tapanuli Selatan. Maklum, saat itu bandara Aek Godang di Tapanuli Selatan belum melayani penerbangan. Dalam perjalanan menuju Sibolga, kami sempat berputar ke kiri ke kiri , ke kanan ke kanan manise menikmati kota Padang Sidempuan sebagai ibukota kabupaten Tapanuli Selatan. Tepat pukul 18.30 pm kami memasuki kota Sibolga dan berlanjut mencari hotel. Beberapa hotel dengan lighting terlihat remang-remang kami sempat datangi. Saya meminta Pasaribu dan Sitanggang untuk mencari hotel yang berlokasi dekat pantai, tamunya ramai dan lightingnya lebih terang. Setelah berputar-putar saya menjatuhkan pilihanku pada hotel berbintang di pinggir pantai Pandan. Aku meminta Sitanggang menemaniku check in pada meja resepsionis. Terlihat lumayan banyak tamu yang menginap di sini. Aku mendapat kamar pada lantai dasar hotel, kemudian mempersilahkan Sitanggang kembali ke kota Sibolga dan besok paginya akan kembali menjemputku menuju bandar udara Ferdinand A. Tobing. Setelah mandi, aku melangkah menuju restaurant hotel yang menyatu dengan ruangan resepsionis. Aku mencicipi makan malamku bersama beberapa tamu hotel lainnya. Tubuhku terasa lelah, segelas wedang jahe aku embat melepas dahaga, melawan kelelahanku. Capcay menjadi menu andalanku. Kulahap capcay hingga tak tersisa di piring makanku. Aku jarang mengkonsumsi daging. Aku lebih memilih ikan dan sayur-sayuran. Jarum jam bertengger pada angka 9 pm mengingatkan aku kembali ke kamar hotel melepaskan lelahku. Tak lupa aku menggosok gigi. Malam itu entah mengapa, aku tak bisa memejamkan mata. Saya mencoba memancing rasa kantuk dengan menonton berita di televisi. Aku tak begitu suka menonton sinetron tapi ternyata upayaku sia-saia. Sulit tidur masih saja melandai diriku. Sementara besok pagi saya harus melanjutkan tugasku di kota Medan. Aku baru bisa tidur pada pukul 4 am. Gemuruh ombak pantai barat Sumatera yang begitu tinggi membangunkan aku dari tidurku. Aku sempat bertanya dalam hati “sedang berada di manakah aku?” Aku coba membuka gorden jendela membuang pandanganku keluar. Terlihat ombak yang tinggi menari-menari, meloncat mengundang decak kagumku. Saat itu jarum jam bertengger pada angka 6 am. Total jam tidurku praktis sangat kurang. Setelah menggosok gigi, aku mengayunkan langkah sembari berdendang menyanyikan lagu-lagu Diana Rose menuju bibir pantai. Anak-anak pantai Pandan berlari ke sana kemari dikejar ombak yang menghantam mereka. Aku memandang mereka. Sesekali ombak itu menerjangku. Tentu saja aku takut. Terbayang kejadian bencana tsunami Aceh yang juga ternyata Pantai Pandan itu ikut kecipratan gempa bumi dasyat itu.Entah apa yang terjadi kalau peristiwa kembali terjadi. Amit-amit jabang bayi. Puas menikmati ombak pantai, aku memasuki restaurant hotel. Menu prasmanan dengan ragam masakannya menggugah seleraku. Ikan saus asam manis dengan beberapa tumisan sayur hijau menjadi buruanku. Yesssss lumayan menambah energiku hari itu. Aku memilih meja makan kosong di sudut restaurant. Menepi nih yeah. Menepi itu ternyata asyik. Terlihat dua orang bapak berusia 50-an tahun asyik ngobrol sembari menikmati sarapan di samping mejaku. Tanpa sengaja aku memergoki salahsatu dari mereka mengamatiku. “Selamat pagi, bu” sapanya. Aku membalasnya “Selamat pagi juga ,pak”. “Ibu tamu di hotel ini?” “Ya, benar pak. Saya tamu di sini. Kenapa pak” jawabku ketus. Biar kesan galaknya muncul dikit hehehe. “Oh, nggak juga bu. Cuma Tanya saja” . Aku melanjutkan acara makanku. Sesekali aku melempar kupingku merapat pada pembicaraan mereka yang memang nada bicaranya keras. “Woiiiii, jangan berisik” gumamku di balik nyaliku yang ciut hehehehe. Dari isi pembicaraan ternyata mereka pengunjung hotel yang hendak menjemput tamu hotel menuju bandara juga. “Kring kringkring” terdengar nada telepon pada salahsatu ponsel bapak tadi tadi. “Abang, kau di mana?”. “Aku lagi makan bersama Ucok” “Makan di mana kau, bang” “Di isteri kedua” “Haaaaaa?. Isteri kedua?.” Tanya isterinya lebih lanjut. “Abang, kau di mana” terdengar suara isterinya membentaknya dari seberang. Volume yang cukup tinggi membuat suara handphonenya terdengar jelas. “Saya kan sudah bilang kau , di isteri kedua. Kalau kau tidak percaya datang saja kau ke sini” tantang bapak itu. Rupanya bapak sengaja itu memancing emosi isterinya. “Bangsat kau bang. Teganya kau perlakukan itu. Tunggu kau. Kuhajar kau bang,” Temannya ngakak tertawa lebar. “ Bagaimana pula kau, bang. Isterimu sendiri, kau kerjain begini” “Hahahaha biar saja bang. Masakan restaurant ibarat masakan isteri kedua. Makanya saya bilang di isteri kedua” Keduanya berlarut dalam tawa canda. Meski terkesan sedikit lucu tapi aku geram juga pada bapak itu. Tega-teganya kerjain isterinya seperti itu. Makanankupun habis di piring. Aku segera beranjak kembali ke kamar tidurku. Mandi karena tak lama lagi Sitanggang akan menjemputku menuju Ferdinand A. Tobing airport. Singkat cerita, pagi itu aku terbang bersama Lion Air menuju Medan Sumatera Utara. Horas Sampai jumpa lagi di Rengkampongku selanjutnya, Serius amat bacanya hehehehe

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cear Cumpe; Narasi Syukuran Kelahiran Anak Dalam Budaya Manggarai

Catatan pojok budaya Ani Paga Jarum jam menunjukkan angka 9 am. Pemimpin upacara adat menyambut hadirin dengan menyodorkan sebo...