Jumat, 03 Juni 2022

Jangan Menghukum Alam Karena Alam Kan Menghukummu

Jangan Pernah Menghukum Alam Karena Alampun Akan Menghukummu. Part 2.

 Tangisan rindu pencinta alam Writer : Ani Paga 

 Mobil Avanza itu melaju kencang dengan kecepatan 60 km per jam. Udara segar pada pinggir area hutan itu membuatku semakin bergairah menelusuri lebih jauh, mencicipi keindahan alam di hutan itu. Aku yang selama puluhan tahun tinggal di Jakarta tentu saja sangat menikmati udara hutan yang sejuk kendati tak sesejuk masa kecil kami dan tak kutemukan di ibukota negara.

 Kalau di Jakarta terdapat beberapa pohon tinggi pada satu kawasan konservasi toh tak seberapa banyak dan tak mampu menyerap air hujan dengan volume lebih banyak ke dalam tanah yang bisa diharapkan menjadi sumber air. Jakarta telah berubah wajah menjadi kota metropolitan yang super padat, dipenuhi kerimbunan gedung pencakar langit dengan kualitas udara yang super buruk dan lagi-lagi polusi udaranya bertengger di angka ketiga sebagai kota terpolusi di dunia setelah Dumai dan Beijing. 

 Kuarahkan driver untuk terus memasuki kawasan hutan itu. Terlihat beberapa pohon kopi warga sekitar hutan memenuhi areal hutan itu. Kawasan yang dahulu dipenuhi pohon besar sebagai kawasan resapan air tanah kini telah berganti menjadi kebun kopi yang dikelolah beberapa warga yang berdomisili tak jauh dari hutan ini. Aku mengajak driver itu menelusuri sumber mata air yang biasa kami jadikan rest area tatkala melakukan perjalanan dari desa menuju kota bahkan sebaliknya. Rest area hutan di Flores yang dulu sejuk ditemani gemercik air sungai yang mengalir, menenangkan jiwa, mengalir indah kini kharismanya tak seindah dulu. Lagu gemerciknya tak lagi bergaung mengalun indah seperti dulu saat usiaku masih remaja SMP. 

 Beberapa pohon besar dan tinggi tak lagi menghiasi wajah hutan ini. Aku menggelengkan kepalaku berulang. Betapa tidak, hutan yang dulu sejuk dengan udara yang dingin tak lagi terasa. Kalau toh masih terlihat pohon tinggi radiusnya cukup jauh dari jalan raya. Nyanyian dengan nada-nada indah burung Ngkiong yang dilengkapi perfom indah para monyet bergelantung kemudian membuat atraksi melompat antar pohon tak lagi bisa kami nikmati. 

 Andai saja konser para monyet dan burung Ngkiong sebagai spesies tetap hutan 🌲⛳itu masih tersaji, kami kan betah berada di hutan itu menjadi penonton setia atraksi seni mereka. Tapi sayang saat itu kami hanya bisa menyaksikan atraksi bisu pohon-pohon yang tak lagi tinggi, kesunyian hutan yang tak lagi berirama, menonton atraksi air mengalir yang tak lagi menampilkan gemercik dalam nada indah, tak lagi menjadi pelepas dahaga yang sejuk. 

 Jangan heran kalau debit air berkurang dan tak mampu lagi mengairi sawah-sawah parah petani, tak lagi bisa menyiram kesejukan pada petani tanaman hortikultura, tak lagi mencukupi kebutuhan air minum para penduduk, tak lagi memenuhi kolam ikan para pembudidaya ikan air tawar. Banjir dan longsor di musim hujanpun mengalir seenak judelnya meluluhlantahkan pertahanan penduduk, merusak lingkungan hidup, merusak tanaman pertanian, merusak, menjungkirbalikkan rumah penduduk kemudian mengalirkan material rumah bersama bebatuan pada semua tujuan tanpa kenal batas ambang dan lagi-lagi manusia yang menjadi pelaku perusak hutan menjadi korban keganasan angkara murka sang penguasa hutan. 

Hutan dan manusia memiliki hubungan simbiotik yang harusnya tetap terjaga. Hutan ibarat rumah lestari yang dikuasai pemiliknya. Dia pun tak ingin kalau istananya dirusaki tangan-tangan jahil menebang sesuka hati tanpa berupaya menanam kembali. Penguasa hutan tentu saja akan menebarkan angkara murka jika Putrinya Molas Poco ( pohon tinggi dan berdiameter besar) ditebang, digotong tanpa seiijinnya. Demikian pesan indah sang pemilik hutan yang menembus sukma kami. 

 Harapan kamipun pupus dan memutuskan kembali pulang mengayunkan langkah, membawa pulang asa yang tak berujung kembali pada mobil 🚘🚗yang terparkir di pinggir jalan kemudian menarik pegas, meluncur dalam kecepatan tinggi menuju kota tempat tinggal kami.

 Janganlah menghukum alam, jika dirimu tak mau dihukum 🌿🍃alam. Ayooo kita kembali menanam pohon 🌳🌲🌴 agar bumi 🌎🌐dan hutan kita kembali lestari, mengurangi menipisnya lapisan ozon yang kini kian parah memanasi bumi dengan suhu udara ☁yang super ☝📈tinggi dan menghancurkan kehidupan penghuni bumi. # If you cut a tree, you kill a life # Plant a tree, so the next generation can get a free fresh air # Don't make trees rare, keep them with care # Trees On, global warning Gone # Take care the trees, they will take care to you 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cear Cumpe; Narasi Syukuran Kelahiran Anak Dalam Budaya Manggarai

Catatan pojok budaya Ani Paga Jarum jam menunjukkan angka 9 am. Pemimpin upacara adat menyambut hadirin dengan menyodorkan sebo...