Jumat, 03 Juni 2022

Sekeping Kasih Untuk Mama

Sekeping Kasih Untukmu Mama. Satu ibu bisa merawat 10 anak, 10 anak belum tentu bisa membahagiakan satu ibu yang melahirkannya

 Writer : Ani Paga. 

 Di balkon depan kamar hotel itu aku kembali menatap laut Arafura dengan gemuruh ombak seakan menyapaku dengan nyanyian alamnya. Langit masih setia membentang warna biru menyatu dengan dagrasi birunya laut menyatukan rasa. Aku terus mencicipi, menikmati sajian alam dalam sebutir bening yang hening. 

 Tak sengaja pandanganku tertuju pada sesosok tubuh yang kian rentah melintas sembari mengais pada onggokan sampah. Entah apa yang dicarinya. Hatiku terenyuh ingin segera menyambanginya. Aku bergegas mengunci kamar hotel tempatku menginap selama 5 hari dalam tugas kantorku. Aku menuruni beberapa anak tangga hotel kemudian sesegera mungkin mengayunkan kakiku merapat pada sosok itu. Langkahnya membungkuk seakan tak bisa lagi menahan beban. 

 "Selamat pagi, mama" Aku mencoba menyapanya. Pandangannya perlahan beralih padaku, mencermatiku dalam keraguan. Agak lama dia membalas. "Ya, selamat pagi, anak" Balasnya. "Namaku Ani" Aku menyodor tangan kananku sebagai salam pembuka padanya . " Martha" Dia menyebut identitasnya. "Mama sudah makan? " "Belum, Ani" "Ok, kalau gitu, kita dua makan di restaurant itu ya" 

Aku mengarahkan jari telunjukku pada satu restauran yang tak jauh dari hotel. Dia menganggukkan kepalanya pertanda menyetujui tawaranku. Aku menggandengnya, kemudian menuntunnya menuju restaurant.Aroma tubuhnya sedikit tak sedap menyembur menuju hidungku. ' Ah, tapi aku tak boleh menghindar dari ibu ini. Dia butuh sentuhan kasih sayang" Gumamku. Aku terus melangkah bersamanya hingga memasuki restaurant itu. Aku mempersilahkannya duduk pada kursi tepat berhadapan denganku. 

Sekulum senyum dia arahkan padaku seakan kebahagiaan itu melengkapi hidupnya . Aku meminta list menu pada seorang waitress restaurant. Kusibak semua menu yang tertera. "Mama mau makan dan minum apa? " Dia rupanya belum pernah menikmati makanan di restaurant berinterior semegah dan artistik itu. "Apa saja Ani. Atur saja" "Baiklah, mama" Aku menawarkan gambar soup Iga baginya. "Ya, beta mau itu" dia menunjukkan jemarinya pada menu itu dengan logat Tanimbar Malukunya. Sementara aku sendiri memilih menu Indonesia Timur ikan kuah asam yang saya rindukan dan selalu menjadi buruanku setiap kali bertugas ke wilayah Indonesia Timur. 

 "Ani tinggal di mana? " "Beta tinggal di Jakarta, mama" Dahinya sedikit mengerlit tak menyangka mungkin karena faceku menunjukkan aku berasal dari ras Indonesia Tengah. "Ya, mama. Beta asal dari Flores Barat tapi Beta tinggal di Jakarta" 'Ani datang apa di Tanimbar? " "Beta datang tugas, mama" Tidak lama berselang soup iga panas serta makanan kesukaanku ikan kuah asam mendarat pada meja makan kami berdua. "Ayo mama, mari sudah katong makan dulu" Aku mengajaknya menikmati makanan itu. 

Dua gelas teh manis hangat juga ikut melengkapi menu makan kami saat itu. Terlihat dia begitu nikmat melahap masakan soup iga. Aku mencuri-curi pandang padanya. Sedikit demi sedikit soup iga dihabiskannya. "Terima kasih ya Tuhan, engkau telah mempertemukan aku dengan ibu ini" Aku bergumam dalam hati sembari menghabiskan ikan kuah asam kesukaanku. "Mama mau minum juice alpukat atau jeruk?" "Terserah Ani saja" 

Akupun meminta seorang waitress mencatat pesananku segelas orange juice untuk mama itu. "Mama, tinggal dengan anak ko? " "Seng, Ani" "Mama pung anak berapa orang" "Ada 4 orang" " Boleh tau mereka tinggal di mana? " " Dua orang di Jawa, satu di Bali dan satu lagi di sini" "Oh begitu. Anak mama di sini seng tinggal sama mama?" " seng, Ani. Mereka tinggal di rumah lain" "Mama pung anak di Bali dan Jawa sering pulang kah? " "Seng juga Ani" "Mama pung anak di sini sering ke rumah liat mama kah seng? " Aku memburunya penasaran. "Seng juga Ani. Satu kali dalam tiga bulan dia datang ke rumah " "Kenapa begitu, mama. Kan masih satu kota. Terus siapa yang memasak makanan mama di rumah serta mengurus kebutuhan mama" "Ya mungkin karena beta sudah tua sehingga dia pikir beta seng perlu diperhatikan" Aku tersentak menyimak jawabannya. 

Sepertinya dia begitu menyimpan kekecewaan yang sangat dalam pada puteranya itu. Sementara ketiga anaknya yang lain jarang pulang bahkan berkomunikasi secara intenspun tidak dilakukan. Mama Martha begitu memendam kerinduan menahun. Terlihat wajahnya mulai menampilkan sendu. Akupun merasakannya, andai saja ibu ini berdomisili di Jakarta aku kan selalu mengunjunginya. Sayang jarak antara Jakarta - Tanimbar terpaut jauh ribuan kilometer. 

 Jam makan kamipun usai. Aku meminta bill pada waitress. Kusodori dua lembar bernilai seratus ribu Rupiah untuk membayar makanan yang disajikan pada kami. "Ani, dangke banyak. Semoga Tuhan memberkatimu" Ucapnya lirih sembari menyodor sekulum senyum. "Sama-sama mama, mohon maaf hanya ini yang saya bisa persembahkan buat mama" Aku menjabat erat tangannya, mendaratkan ciumanku pada tangannya. 

 Kamipun pamit meninggalkan restauran itu. Lagi-lagi aku menuntunnya kemudian mengarahkannya pulang ke rumahnya. Aku menghentikan satu unit angkutan kota, menitipkannya pada sang sopir menuju rumahnya. Kamipun berpelukkan erat pada ujung perpisahan. "Hati-hati di jalan mama" Aku menguatkannya. Kepalanya diangguk dan menaiki angkutan kota itu. Aku masih saja mengamatinya pada angkutan kota yang kian menjauh serta menghilang dari pandanganku. Terima kasih semesta. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cear Cumpe; Narasi Syukuran Kelahiran Anak Dalam Budaya Manggarai

Catatan pojok budaya Ani Paga Jarum jam menunjukkan angka 9 am. Pemimpin upacara adat menyambut hadirin dengan menyodorkan sebo...