Jumat, 03 Juni 2022

Menatap Senja Di Tanjung Bunga Labuan Bajo

Menatap Senja Di Tanjung Bunga Labuan Bajo; 

 Catatan pojok wisata Ani Paga 

 Jarum jam mulai bertengger di angka 4 pm tatkala keponakanku Nona Paga (petrasia krisolina) menjemputku pada rumah keponakanku yang satu lagi di kawasan Wae Kesambi Labuan Bajo. Adalah kak Waty Rachman seorang sosok yang rendah hati ❤💞 sejak tahun 2021 mengundangku menyambangi Tanjung Bunga 🌺🌻🌹🌷sebagai markasnya bersama suami tercinta kak Gabriel Mahal.

 Di bulan Mei 2022 sehari sebelum aku kembali mengangkasa menuju Jakarta akupun menghubungi kak Waty memberitahukan jika aku tengah berada di kota premium itu. Spontan, kamipun sepakat akan 🚶👭bertemu di vila milik mereka di Tanjung Bunga yang berlokasi tak jauh dari Batu Gosok. Dari beberapa postingan kak Gabriel dan kak Waty aku terpesona pada keindahan Tanjung Bunga tentu saja membuat aku penasaran. 

 Kak Watypun secepat kilat share location padaku melalui aplikasi whatsapp chat. Akupun tak mau lama-lama mengaktifkan Global Positioning System pada androidku kemudian bersama keponakanku Nona Paga tancap gas menuju Tanjung Bunga. Tercatat 23 menit waktu yang harus kami lalui dengan jarak tempuh sejauh 9,5 km. 

 Menyusuri jalan berkelok di antara tebaran bukit cantik yang menghijau, memanjakan mata memaksa aku turun dari kendaraan roda dua untuk sejenak mencicipi keindahan tubuh bukit itu. Ah betapa aku sebagai orang Flores sangat mensyukuri anugerah terindah dari Tuhan pada pulau asalku itu. Adalah pohon lontar 🌴🌴yang tumbuh menjulang tinggi melambaikan tangannya padaku dari atas bukit berlatarbelakang laut biru 🌊 memaksa aku membidiknya. 

 Lagi-lagi cekrak cekrikku kembali beraksi menangkap keindahan alam Labuan Bajo. Kamipun kembali menarik pegas menuju lokasi 📍📍📍yang dituju.Kendaraan kamipun merapat pada satu spot cantik yang belakangan bernama G Spot Tanjung Bunga itu. Entah Huruf G bermakna apa. Bisa jadi merupakan inisial nama kak Gabriel. Wow, pesonaTanjung Bunga is so amazing. Terlihat kak Gabriel sedang duduk santai mengawasi pembangunan cafe miliknya. Kamipun bersalaman. 

Kabarnya di lokasi ini banyak wisatawan berdiri menikmati sajian keindahan alam laut biru, Sunset kemudian bentangan langit ⛅⛅🌠jingga yang memancar di sore hari. Tak lama berselang, kami menuruni jalan setapak menuju vila. Pohon 🌳bidara yang cantik ditemani nyanyian burung Tanjung Bunga yang bertengger di pohon itu menyambut kehadiranku bersama keponakanku. Di sana terdapat beberapa jenis burung yang bersahabat. Sang nyonya kak Watypun menampakkan batang hidungnya dengan senyum manis ramah menyalami kami kemudian membawa kami pada vila. 

Wow, dari pelataran vila ini kami disuguhi keindahan pantai dan laut 🌊biru yang sangat indah. Aku melempar pandanganku pada tatanan batu alam yang menempel pada dinding. Sangat artistik. Jendela yang terbuka terkesan menjadi frame menangkap sajian lukisan keindahan alam dan Sunset di luar sana. Kamipun diajaknya menjelajah kawasan Tanjung Bunga itu. Pondok kecil yang tak jauh dari vila menjadi spot cantik berikutnya yang kami datangi. 

Beberapa properti seperti tikar pandan khas Manggarai digelar, roka cepa (tas anyaman bambu) bernuansa etnik Manggarai terlihat melengkapi pondok itu. Tak ketinggalan ijukpun menghiasi tiang pada pondok itu. Back to nature demikian konsep yang mereka gunakan sesuai selera wisatawan jaman now terutama wisatawan mancanegara dan wisatawan domestik dari kota besar seperti Jakarta yang haus keindahan alam 🌿🍃. 

 Akupun beberapa kali mendapat serangan pertanyaan " koq bu Ani kalau ke Flores sering foto alam? 📷📷". Akupun menjelaskan ' kami di kota besar haus dan lapar keindahan alam seperti pulau Flores. Di Jakarta tak ada pemandangan alam seindah pulau Flores. Air laut Jakarta itu berwarna hitam pekat akibat timbunan sampah yang mengalir termasuk limbah pabrik yang tak terkendali mengotori air sungai yang mengalir menuju laut. Langit Jakarta itu sudah tak lagi membiru. Polusi udaranya kian parah dengan tingkat pencemaran yang tinggi" 

 Merekapun manggut-manggut mendengar ulasanku. Jakarta sebagai kota terpadat menyumbang kualitas udara terburuk dengan konsentrasi rata-rata PM 2,5 tahunan di tahun 2021 adalah 39,2 mikrogram/M3.Disinyalir melebihi pedoman Badan Kesehatan Dunia PBB yakni WHO. Maka tak heran, jika polutan ini berimbas pada munculnya efek negatif bagi gangguan kesehatan penduduk Jakarta seperti penyakit jantung, stroke, asma, gangguan paru-paru bahkan hingga berujung pada jutaan kematian setiap tahunnya. 

 Kembali pada Tanjung Bunga.

 Dari pondok kecil kamipun diajak kak Waty home touring pada seputar dapur tempat masak, pantri yang menyatu dengan ruang makan terbuka. Kamar tidur mereka tersembunyi di bagian belakang dapur dengan kasur beralaskan lantai. Hembusan angin laut menembus hingga ke kamar tidur private itu.

 Wah benar-benar konsep desain rumah yang bersahabat dengan alam dan ramah lingkungan. Kamipun disuguhi minuman hangat kopi Manggarai yang lezatooo nikmatnya, black Forest dan pisang rebus. Dari sini sejenak kami ngobrol di bawah teduhan pohon bidara. Di atas atap pohon tergantung beberapa Potang (rumah ayam 🐔🐓; bahasa Manggarai-red). 

Senjapun menjemput dan 🐓🐔🐤ayam-ayam itu berterbangan kemudian bertengger di atas pohon bersama potang seakan ikut menyimak obrolan kami. Kak Gabriel masih asyik menyiram tanaman bunga dan sayuran yang ditanamnya. Telaten banget ya kak. Gambaran seorang advokat yang rendah hati dan peduli lingkungan hidup. 

 Senja kian merapat dan langit jinggapun menyapa kami. Segerombolan tamu berikutnya datang bertandang ke Tanjung Bunga. Kak Waty menyempatkan diri menyuguhi mereka minuman kemudian kak Waty bersama kami pamit pada kak Gabriel. Kamipun bergegas menuju mobil mereka yang terparkir di atas sana dan tancap gas menyusul keponakanku Nona Paga kembali ke tengah kota Labuan Bajo. 

Kak Waty kembali menawariku agar menginap di Tanjung Bunga pada kedatanganku berikutnya. Boleh deh kak merasakan angin laut segar 🍃💦Tanjung Bunga di malam hari kemudian bercengkerama dengan birunya laut 🌊. Atas permintaanku, Kak Watypun menurunkan saya di kampung Ujung. Nona yang dengan sabar menungguku mengajakku menikmati Water Front Labuan Bajo yang terbentang di tepi pantai kota di ujung barat Flores itu. Sementara keponakan yang satu lagi Efrida Yanti bersama suami dan anak-anaknya tak sabar lagi menunggu kehadiranku dalam acara makan malam bersama mereka di rumah kediaman mereka pada kawasan Wae Mata Labuan Bajo. 

 Terima kasih pada kak Gabriel, kak Waty, Nona Paga, enu Efrida, enu Bety Paga, nana Beny, enu Nitha Bethan, nana Jhoze Paga, nana Altu juga adik Chris

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cear Cumpe; Narasi Syukuran Kelahiran Anak Dalam Budaya Manggarai

Catatan pojok budaya Ani Paga Jarum jam menunjukkan angka 9 am. Pemimpin upacara adat menyambut hadirin dengan menyodorkan sebo...